Nongol lagi

Akhirnya aku mulai nulis. Kemarin hiatus bukannya malas, mau nulis juga bingung mau start darimana. Abis aku baru keserempet masalah yang ada hubungannya dengan hukum. Hiy seram sekali kalo udah ngomongin hukum. Gini nih, ceritanya alm. orang tuaku kan masih meninggalkan sebidang tanah kosong ditempatku dulu tinggal di RRT alias Republik Rakyat Tegal. Nah kalo dari ceritanya alm. ayahku waktu beliau masih hidup, tanah tersebut digunakan untuk kegiatan olah raga warga setempat, walaupun tanah sudah bersertifikat Hak Milik. Setelah kedua orangtuaku meninggal, kalo aku mudik lewat darat ke tempat tinggal ibu mertua di Malang, selalu aku menyempatkan waktu nengok tanah tsb. Ee..lha koq sekitar tahun 2000an tanahnya udah ada yang menanam pohon (pisang, singkong dsb). Kakakku yang tertua kebetulan mau ngurus pembayaran Pajak Tanah/PBB ke Kelurahan dan pak Lurahnya (Lurah yang lama) memberikan fotocopy surat bahwa ada warga setempat yang kebetulan RT setempat yang minta Surat Pernyataan ke pak Lurah untuk memelihara tanah tersebut. Kakakku keberatan adanya surat tsb, tetapi saat itu dijamin sama pak Lurah bahwa hal ini tidak akan menjadi kasus karena ini hanya pernyataan saja dan diketahui lurah. So, kakakku ya percaya aja tuh sama pak Lurah yang kebetulan bekas temannya SMA. Eee...kira-kira seminggu yang lalu aku dapat surat dari pak Lurah yang baru dengan lampiran surat dari Komisi Ombudsman Nasional wil. Jateng/Yogya. Isinya aku diminta bikin balasan ke Komisi Ombudsman dengan tembusan ke Walikota Tegal. Nah surat lampiran ini yang bikin kepalaku jadi panas. Masaa... si bekas RT yang dulu minta surat Pernyataan ke Lurah yang lama, mengadu bahwa Lurah yang baru ini tidak cooperatif dan membeda-bedakan warganya. Gara-garanya Lurah yang baru menolak memberi tanda tangan ke surat Pernyataan yang sudah disiapkan si bekas RT ini, sebut aja deh si A. Pak Lurah yang baru bilang kalo tanah tsb mau dipakai ya harus minta ijin yang punya. Si A ngeyel kalo tanah tsb ngga ada yang punya alias terlantar. Gundul juga tuh orang, lha wong tiap tahun aku ketemu sama RT yang baru, koq sekarang dia bilang tanah yang terlantar. Aku yang lagi sibuk dengan urusan Pandi yang mau pindah ke Bandung jadi kocar kacir nyari teman yang tahu mengenai hukum. Pokoknya aku minta masukan sana sini sebelum aku mengirim surat balasan ke pak Lurah dan Komisi Ombudsman. Soalnya aku kan harus memasukkan copy sertifikat tanah segala. Mana aku juga sibuk dengan urusan dikantor karena kebetulan kantorku baru menang tender Migas untuk oil & gas field yang baru. Sementara saat itu GM & Commercial Manager dikantorku lagi ngga ada dikantor seminggu. Kerjaan dikantor sih ngga banyak, tapi kerjaan keluar kantor itu lho yang bikin capek. Tau sendiri Jakarta macet banget. Yang ironis waktu aku mau berangkat kekantor BPMIGAS jam 09 dan aku telpon Pandi. Dia masih di Bandung mau pulang ke Jakarta. Lha jam 11:30 aku telpon dia, eee lha ternyata Pandi sedang dirumah temannya di Kalimalang.
Singkatnya, surat balasan sudah aku kirim ke pak Lurah, juga ke si A ini. Pengen tau apa sih yang diinginkan si A ini, koq ngeyel banget padahal si A udah diberitahu pak Lurah kalo tanahnya ada yang punya, lha kok malah mengadukan yang tidak-tidak mengenai pak Lurah ini ke Komisi Ombudsman. Aku sih curiga dia mau minta uang ini itu sama aku. Aku ngga mau ribut sama si A, kita mati kan juga masuknya ke tanah. Kalo dia maksud baik ya aku akan baik. Kalo si A macem-macem,ya aku udah nyiapin pengacara. Mana bisa aku bolak balik cuti cuma urusan gini aja.

SPMB (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru)

Waktu pengumuman SPMB tgl 5 Juli ada anak temanku yang tidak diterima. Waduh..aku ikut sedih karena aku tahu anak ini pandai & rajin. Dia ambilnya Kedokteran UI & Diponegoro. Ya aku saranin ambil Kedokteran di univ. swasta aja. Karena si Anak tetep maunya kuliah di Kedokteran.
Sementara hari ini aku diceritain sama suamiku kalo ada teman kantornya yang punya saudara dan tinggal di Sumut. Nah saudaranya ini kan punya anak dan pinter banget. Kemarin diterima di Kedokteran UI tapi terpaksa pulang lagi. Sedihnya aku, gara-gara si anak tsb terkejut karena harus membayar yang Rp 25 juta. Dia hanya bawa uang untuk bayar uang kuliah saja dan tentu saja ngga nyampe 25 juta. Si ortu anak tsb di Sumut hanya petani dan tidak tahu kalo yang diterima di SPMB UI Kedokteran harus bayar uang Rp 25 juta, selain uang semesteran yang Rp 1.5 juta. Suamiku sih mengira informasi uang pembayaran yang Rp 25 juta ini banyak tidak diketahui oleh para orang tua siswa baru yang tinggal di kota kecil. Karena menurut temanku yang anaknya ikut mendaftar SPMB informasi mengenai pembayaran ini kan adanya di internet. Kalo dikota kecil ngga ada wartel untuk internet gimana dong?? Ini Entahlah apa si anak balik ke Jakarta dengan membawa uang/bukti transfer yang Rp 25 juta ini atau tidak. Sebetulnya kalo ngga mampu UI juga memberikan keringanan dengan cara membawa surat keterangan tidak mampu dari RT,RW, Lurah setempat.

Kalo pengikut USM ITB sudah ada panduan berapa pembayaran minimal yang harus dibayarkan ke ITB bila diterima di ITB.
Inilah potret kurang luasnya informasi di Indonesia. Contohnya aku saja pernah nyasar ngga bisa keluar dari terminal bis Blok M. Mau keluar saja ngga ada tanda dimana tulisan "KELUAR"nya. Coba kalo ada tandanya kan aku ngga usah nanya-nanya ke orang kemana jalan keluar terminal bis.

Di Stasiun KA Gambir juga tempat pemberangkatan kereta tidak ada tanda tujuan kereta (mis. lane A ke Bandung, Cirebon, lane B ke Surabaya, Semarang). Tiap aku pergi naik KA ya pasti tanya lagi, yang ke Bandung rel mana pak?? Halah...
Pengennya sih seperti stasiun KA di London yang mirip airport gitu. Tinggal baca di papan, loket ticketnya nomer berapa, lane-nya nomer berapa. Ngga usah nanya aku bisa langsung beli karcis, masuk ke stasiun dan cari nomer lane/relnya.
Yang jadi pertanyaan, apa bos-bos PJKA itu ngga memperhatikan stasiun di LN pada saat mereka berkunjung ke LN ya?? Paling tidak kan waktu mereka pulang ke Indonesia, bisa menjadi masukan untuk memperbaiki system perkereta apian di Indonesia. Sekarang malah Perkerata apian di Indonesia mutunya makin melorot.